Dalam satu kisah disebutkan bahwa sayyidina Umar Bin Khattab RA memperhatikan tingkah polah seorang pemuda. Seharian pemuda itu berdiam diri di masjid. Terdengar oleh Sayyidina Umar, pemuda itu terus – menerus merengek berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, agar dikaruniakan rezeki berlimpah.
Sayyidina Umar Bin Khattab beranjak dan menegur pemuda itu, ” sesungguhnya langit tidak akan menurunkan emas dan perak. Bekerjalah!” tegas Sayyidina Umar Bin Khattab.
Kisah di atas memberikan pelajaran berharga bagi kita. Ternyata perbuatan berdiam diri, tidak berikhtiar, dan hanya mengandalkan doa bukanlah hal yang dibenarkan dalam Islam.
Islam adalah agama yang tawazun atau seimbang. Islam menyuruh umatnya agar menyeimbangkan antara syariat dan hakikat. Islam mengajarkan umatnya agar gigih bekerja. Tapi, di saat yang sama, islam juga mengingatkan umatnya dan bertawakal kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas ikhtiarnya itu. Dengan demikian, bangkitlah! Lingkar lengan baju dan Bekerjalah untuk dunia dan akhirat. Songsong masa depan dengan penuh optimisme.
Ketahuilah, rezeki tidak akan datang dengan mengurung diri di dalam kamar. Meratapi Hidup Yang Malang. Itu adalah perbuatan pecundang dan tidak berguna sedikitpun. Namun, anehnya meski mengetahui perbuatan semacam itu tidak berguna, banyak orang yang memilih berkeluh kesah dengan kesulitan yang dialaminya.
Mereka enggan berjuang mengubah kesulitan menjadi kemudahan. Mereka lebih memilih waktunya untuk berkhayal dengan 1000 kata kalau dan Andaikan. Mereka hanya menunggu dan mengharap nasib baik berpihak kepadanya.
Mereka beranggapan bahwa kesuksesan dan kegagalan seseorang semata-mata merupakan takdir subhanahu Wa Ta’ala. Secara prinsip penulis setuju. Pada hakekatnya memang demikian adanya. Kita berhasil meraih Kesuksesan adalah karena pertolongan dan takdir allah Subhanahu Wa Ta’ala, namun perlu diketahui bahwa dalam teologi Islam, takdir itu dibagi menjadi dua macam.
Pertama, takdir mubram, yaitu takdir yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada opsi pilihan bagi manusia seperti ajal. Jika seseorang telah tiba ajalnya maka tidak dapat dimundurkan atau dimajukan.
Kedua, takdir mu’alaq, yaitu takdir yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan terdapat opsi pilihan bagi manusia. Maksudnya takdir sukses dan takdir gagal itu pasti. Setiap takdir itu memiliki jalannya masing-masing. Jika ingin sukses maka kita harus menempuh jalan yang menuju takdir sukses. Sementara jika kita memilih menempuh jalan menuju takdir gagal, maka jangan salahkan siapa pun jika kita memperoleh takdir gagal itu.
Misalnya gemar membaca, giat menambah ilmu dan wawasan, semangat beribadah dan bekerja adalah jalan jalan menuju takdir sukses. Sementara malas, lemah semangat, lalai beribadah, dan mudah putus asa adalah jalan jalan menuju takdir gagal. Dalam hal ini, manusia diberikan pilihan untuk memilih jalan yang mana.
Berdasarkan konsep pembagian takdir di atas, kita harus memahami sebelum terjadinya takdir kesuksesan atau kegagalan, ada proses yang ditempuh. Dalam proses itulah, domain manusia untuk berikhtiar.
Banyak orang yang hanya mengharapkan hasil tanpa mau menempuh proses yang harus dilalui. Harapan semacam itu hanya angan-angan. Sebab, sesungguhnya setiap Proses yang dilalui itu juga memiliki takdir atau ketentuan-ketentuan sendiri. Inilah yang mesti dipahami, yaitu “takdir – takdir antara” sebelum mencapai takdir kesuksesan atau kegagalan sesungguhnya.
Pada setiap proses yang telah kita lalui dan akan kita hadapi terdapat takdir atau hukum ketetapan allah subhanahu Wa Ta’ala. Dalam Hal ini, kita bebas untuk milihnya. Dan ingatlah bahwa takdir atau hukum ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, itu bersifat pasti. Contohnya apabila kita tidak mau giat bekerja, akan berlaku hukum ketetapan Allah bahwa kita akan kurang penghasilannya. Sebaliknya jika kita giat bekerja, akan berlaku pula kapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa kita akan memiliki banyak penghasilan.
Dalam hal ini, yang tidak pasti adalah keinginan tahu pilihan untuk giat bekerja atau malas bekerja dalam diri kita. Kitalah Yang memilih dan menentukannya. Inilah sebenarnya yang menyebabkan kegagalan atau kesuksesan, ya itu konsekuensi dari memilih hukum ketetapan allah subhanahu Wa Ta’ala.
Source:
Muhammad Syafi’ieval-Bantanie. 2013. 5 Langkah Jitu Munajat Rezeki. Jakarta: Elex Mediat Komputindo
0 Comments