Daerah pantai sudah sejak lama menjadi tempat favorit wisata masyarakat. Sayangnya, sebagian besar daerah wisata saat ini berkembang kearah yang membuat satu sama lain semakin mirip. Atraksi-atraksi yang ditawarkan, bentuk pelayanan yang seragam, pengalaman yang diperoleh bahkan cinderamata yang dibawa pulang hamper tidak dapat dibedakan lagi. Kondisi semacam ini menurut Cahyadi dan Gunawijawa (2009:5) dianggap membosankan oleh sebagian besar wisatawan yang menghendaki pengalaman berbeda, spesifik dan asli (otentik) dari berbagai tujuan wisata yang didatanginya. Dengan kata lain, tren wisata dunia berkembang dari pariwisata bersifat missal ke pariwisata yang bersifat khusus (alternatif).
Perubahan tren di dunia pariwisata menurut Cahyadi dan Gunawijaya (2009:7) adalah:
1. Wisata sambil belajar dan wisata petualangan semakin meningkat popularitasnya.
2. Penyelenggaraan wisata berskala kecil semakin diminati.
3. Jumlah wisatawan yang berkunjung harus dibatasi pada tingkatan yang dapat ditolerir oleh sumber daya yang dipromosikan.
4. Daerah-daerah terpencil dan cenderung tertutup justeru dipandang sebagai tempat wisata yang aman.
5. Wisatawan ingin melihat budidaya yang berbeda, melihat atraksi local, membeli barang produksi local, bertemu dengan penduduk local dan menghadiri acara=acara local.
Melihat perubahan tren di atas, daerah minapolitan dapat dikembangkan sebagai wisata alternative dengan kegiatan usaha perikanan sebagai daya tarik utama. Karena itu tulisan kali ini akan membahas tetang prospek daerah minapolitan sebagai destinasi wisata.
Pariwisata Berkelanjutan
Daerah minapolitan mengembangkan kegiatan usaha perikanan dengan menerapkan usaha yang berkelanjutan. Maka pariwisata yang akan dikembangkan di kawasan minapolitan juga sebaiknya menerapkan parwisata yang berkelanjutan.
Pariwisata berkelanjutan menurut Mahdayani (2009:14) adalah pariwisata yang aktivitasnya tetap memperhatikan keseimbangan alam, lingkungan, budaya, dan ekonomi agar pariwisata tersebut terus berlanjut. Dengan kata lain, pariwisata berkelanjuta harus mencakup kualitas, kesinambungan serta keseimbangan aspek-aspek lingkungan, budaya, dan manusia.
Dalam pariwisata berkelanjutan wisatawan yang datang tidak hanya untuk sekedar bersenang-senang, melainkan juga untuk mendapatkan pengalaman yang lebih agar mendapat wawasan dan pengembangan pengetahuan bagi dirinya.
Pariwisat berkelanjutan dapat diterapkan di daerah wisata manapun, termasuk kawasan minapoltan. Salah satu bentuk pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata.
Konsep ekowisata
Definisi ekowisata menurut The International Ecotourism Society adalah pariwisata bertanggung jawab yang dilakukan pada tempat-tempat alami, serta memberi kontribusi terhadap kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Aktivitas wisatawan pada ekowisata lebih berfokus kepada pengamatan dan pemahaman mengenai alam dan budaya peda daerah yang dikunjungai. Kegiatan yang dilakukan dengan mendukung aktivitas pelestarian alam. Pada ekowisata, wisatawan juga lebih mengutamakan fasilitas dan jasa yang disediakan oleh masyarakat setempat.
Seridaknya ada enam manfaat dari kegiatan pariwisata. Mahdayani (2009: 13) menyebutkan bahwa manfaat kegiatan pariwisata adalah: memperkenalkan kebudayaan dan daerah setempat, melestarikan alam dan lingkungan, meningkatkan kebangaan kepada daerah setempat, meningkatkan kecintaan kepada budaya, menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan menciptakan kesejahteraan, menciptakan hubungan yang baik antar suku bangsa.
Tahun 2002 adalah tahun dicanangkannya Tahun Ekowisata dab Pegunungan di Indonesia. Pada tahun itu juga dirumuskan lima prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia. Mahdayani (2009: 18-20) menjelaskan lima prinsip dasar pengembangan di Indoensia yaitu:
1. Pelestarian. Prinsip pelestarian ini adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat.
2. Pendidikan. Prinsip pendidikan ini menitikberatkan kegiatan ekowisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsure pendidikan,
3. Pariwisata. Prinsip pariwisata ini adalah aktivitas yang mengandung unsure kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi.
4. Ekonomi. Ekowisata juga membuka peluang bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya local seperti transportasi, akomodasi, dan jasa pemandu. Ekowisata yang dilaksanakan harus memberikan pendapatan dan keuntungan sehingga dapat terus berkelanjutan
5. Partisipasi masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu daerah tujuan wisata.
Potensi minapolitan yang dapat dikembangkan menjadi atraksi ekowisata
Kawasan minapolitan memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi atraksi ekowisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan yang berkunjung. Potensi-potensi itu antara lain adalah:
1. Kampung nelayan. Perkampungan nelayan dapat dijadikan atraksi wisata di mana wisatawan dapat melihat kegiatan nelayan yang dikunjunginya. Selain itu, perkampungan nelayan juga dapat dijadikan homestay. Homestay menggunakan rumah tempat tinggal pribadi sebagai tempat wisatawan menginap. Umumnya homestay memberikan pelayanan kamar beserta makanan dan minuman. Salah satu kelebihan homestay adalah wisatawan dapat kesempatan untuk mengenal keluarga pemilik rumah. Wisatawan juga dapat mengenal lebih jauh tentang alam dan budaya sekitar, terutama jika si pemilik rumah memiliki pengetahuan tentang itu.
2. Tambak. Kawasan minapolitan umumnya memiliki hamparan tambak ini dapat dijadikan kegiatan ekowisata tentang pengelolaan tambak.
3. Budidaya perikanan. Kegiatan budidaya perikanan juga dapat dijadikan ekowisata dengan mengajak wisatawan belajar tentang budidaya komoditas perikanan, seperti bandeng, vaname, atau rumput laut mulai dari proses pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Kegiatan ini akan memberikan tambahan pengetahuan tentang proses budidaya dan pelestarian ikan, selain itu juga akan meningkatkan perasaan menghargai mereka kepada komoditas perikanan sehingga tidak membuang-buang makanan berbahan baku komoditas perikanan.
4.  Panen budidaya. Kegiatan panen budidaya juga dapat dijadikan atraksi ekowisata yang menarik bagi wisatawan dengan melibatkan mereka untuk turut serta memanen komoditas perikanan. Bagaimana serunya menangkap ikan bandeng yang beterbangan ketika dipanen, atau memanen udang di tambak. Panen rumput laut atau pun kerang hijau juga merupakan kegiatan ekowisata yang menarik dengan mengajak mereka memanen komoditas ini di lautan dengan menyelam,
5. Pengolahan makanan berbahan baku ikan. Di kawasan minapolitan juga terdapat sentra pengolahan makanan berbahan ikan. Wisatawan dapat diajak untuk berkunjung ke lokasi pengolahan ini, belajar membuat makanan dari bahan baku ikan dan membawanya pulang sebagai buah tangan.
6. Jamuan makanan. Makanan juga dapat dijadikan kegiatan wisata. Makanan menjadi nilai tambah yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Banyak wisatwan yang tertarik untuk mencoba makanan local, bahkan ada yang datang ke daerah wisata hanya untuk mencicipi makanan khas tempat tersebut. Pada daerah minapolitan wisatawan diajak makan makanan hasil laut dan budidaya ikan, seperti ikan bakar atau dodol rumput laut.
7. Ekowisata di Hutan Bakau. Hutan bakau juga dapat dijadikan lokasi ekowisata dengan menawarkan kegiatan seperti trekking, menaiki sampan melihat burung-burung dan penanaman bakau sebagai bentuk pelestarian alam.
Tantangan Kawasan Minapolitan Sebagai Destinasi Ekowisata
Ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam memajukan kawasan minapolitan sebagai destanasi ekowisata. Tantangan ini antara lain adalah:
1. Kumuh. Kampung nelayan yang kumuh akan mempengaruhi wisatawan untuk datang karena tidak mendapatkan kenyamanan. Sehingga membuat semua komponen mulai dari pemerintah dan warga setempat untuk menciptakan lingkungan yang bersih.
2. Wc Komunal. Di mana sarana penting ini belum tersedia secara layak dari segi jumlah dan kebersihan. Sehingga perlu adanya upaya perbaikan infrastruktur oleh semua pemangku kepentingan.
3. Ketersediaan SDM belum tersedia untuk kegiatan ekowisata sehingga pemerintah harus mendidik warga setempat menjadi SDM yang siap pakai untuk kegiatan ekowisata.
4. Pengolahan makanan yang belum memenuhi Good Manufacturing Practice (GMP) yang membuat pengolahan makanan belum higienis. Hal ini membuat wisatawan enggan untuk memakan makanan yang dihasilkan oleh penduduk yang dikunjunginya. Sehingga perlu upaya dari pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan stimulus kepada pelaku UKM pengolahan makanan agar melakukan kegiatannya secara GMP.
5. Promosi yang kurang. Masyarakat setempat memiliki keterbatasan akses untuk mengenalkan wilayahnya sebagai destinasi ekowisata kepada khalayak. Untuk itu, peran promosi yang massif sebaiknya ditangani oleh pemerintah setempat.

Peran Serta Masyarakat
Selain tantangan itu, kegiatan pariwisata di kawasan minapolitan juga memerlukan pra-syarat, yaitu timbulnya kesadaran bahwa kegiatan pariwisata hanya dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak dengan posisi yang setara. Karena itu, Cahyadi dan Gunawijaya (2009: 17) mengatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan pariwisata adalah pentingnya keterlibatan masyarakat setempat pada keseluruhan tahapan pelaksanaan kegiatan. Masyarakat setempat harus terlibat dan dilibatkan pada tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Anggota masyarakat yang terlibat diharapkan akan mampu menyampaikan kepentingan bersama serta memberikan ide-ide bagi pengembangan kegiatan maupun bentuk peran serta warga.
Di kawasan minapolitan peran serta warga dalam kegiatan ekowisata meliputi penyedia akomodasi seperti mobil sampai perahu dan homestay, pemandu wisata, penyedia makanan dan minuman dan peran-peran lain yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan masyarakat sekitar.  
Daftar Pustaka
Cahyadi, Rusli dan Jajang Gunawijaya. 2009. Pariwisata Pusaka: Masa Depan bagi Kita, Alam dan Warisan Budaya Bersama. Jakarta: UNESCO office Jakarta dan Program Vokasi Pariwisata Universitas Indonesia.
Mahdayani, Wiwik. 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta: UNESCO office Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan 
Categories: Opini

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *