Salah satu pembahasan yang diuraikan dalam buku Business Model Generation, selain Business Model Canvas  adalah pola model bisnis. Penulis buku ini menjelaskan bahwa pola model bisnis yang dibahasnya menguraikan model bisnis dengan karakteristik yang sama, pengaturan blok bangunan yang sama, atau prilaku yang sama.
Pola yang dijabarkan dalam buku ini akan membantu anda memahami dinamika model bisnis dan akan menjadi inspirasi ketika akan membuat sebuah model bisnis untuk usaha anda. Dalam buku ini, konsep yang menjadi dasar pola model bisnis adalah: unbundling, long tail, platform bersisi banyak, free, dan model bisnis terbuka. Meski demikian, penulis cukup bijak dengan mengatakan bahwa pola-pola baru yang berdasarkan konsep bisnis lain tentunya dapat muncul setiap saat.
Mari kita dedah satu per satu.

1. Model bisnis Unbundling

Konsep perusahaan “terurai (unbundling)” menyatakan bahwa ada tiga jenis bisnis yang secara fundamental berbeda, yaitu bisnis hubungan pelanggan, bisnis inovasi produk, dan bisnis infrastruktur. Masing-masing jenis ini memiliki desakan ekonomi, kompetitif, dan budaya yang berbeda. Ketiga jenis ini
dapat berada dalam satu perusahaan, tapi idealnya “terurai” dalam entitas terpisah untuk menghindari konflik atau tarik-menarik jenis bisnis yang tidak diinginkan.
Penemu konsep unbundling corporation adalah Jhon Hagel dan Marc Singer yang dituangkan dalam tulisan berjudul Unbundling the corporation yang dimuat oleh Harvard Business Review edisi Maret-April 1999. Hagel dan Singer yakin bahwa sebuah perusahaan tersusun dari tiga jenis bisnis yang sangat berbeda dengan desakan ekonomi, kompetitif, dan budaya yang juga berbeda, yaitu bisnis hubungan
pelanggan, inovasi produk, dan bisnis infrastruktur.
Hagel dan Singer menggambarkan peran bisnis hubungan pelanggan adalah menemukan dan mendapatkan pelanggan serta membangun hubungan dengan mereka. Demikian juga, peranan bisnis inovasi produk adalah mengembangkan produk dan jasa baru yang atraktif. Sementara peranan bisnis infrastruktur adalah membangun dan mengatur platform untuk tugas-tugas dengan volume tinggi yang berulang.
Hegel dan Singer menyarankan bahwa perusahaan harus memisahkan bisnis-bisnis ini dan hanya focus pada salah satu dari ketiganya secara internal. Dengan cara yang sama, Treacy dan Wiersema menyarankan agar perusahaan berfokus pada salah satu dari tiga disiplin nilai, yaitu keunggulan operasional, kepemimpinan produk, atau kedekatan pelanggan.
Contoh: industry telekomunikasi telepon seluler, industry perbankan swasta.

2. Model Bisnis Long Tail

Model bisnis long tail adalah tentang menjual sedikit dari banyak jenis produk: model ini berfokus pada penawaran sejumlah besar produk ceruk (niche market) yang jarang terjual. Konsep Long tail dipopulerkan oleh Chris Anderson untuk menjelaskan pergeseran dalam bisnis media dari menjual beberapa item terlaris (produk hits) dalam jumlah besar menjadi menjual sejumlah besar item produk ceruk, masing-masing terjual dalam jumlah yang relative sedikit. Anderson menjelaskan berapa banyak penjualan yang tidak sering terjadi dapat menghasilkan total pendapatan yang besarnya sama atau bahkan melampaui pendapatan yang dihasilkan karena focus pada produk terlaris. Contohnya bagaimana perusahaan persewaan video online Netflix berubah ke arah pemberian linsensi sejumlah besar film ceruk. Walaupun masing-masing film ceruk relative jarang disewa, pendapatan rata-rata dari catalog film ceruk Netflix yang sangat besar menyaingi pendapatan dari persewaan film-film yang sangat popular. Masih bingung?
Konsep Long tail adalah lawan dari konsep produk Hits (produk yang diproduksi secara massal dengan overhead cost-nya besar). perbedaan paling mendasar model Long tail dengan produk Hits adalah tidak adanya batasan ruang pajang untuk produk ceruk serta biaya inventory yang lebih rendah.   Kita ambil contoh penjual musik online Rhapsody versus Wal-Mart.
Rhapsody, sebuah layanan streaming berbasis langganan, saat ini menawarkan lebih dari 4 juta lagu. Jumlah produk yang dipasarkan oleh Rhapsody dari sudut pandang sebuah toko seperti Wal-Mart adalah hal yang tidak bisa dilakukan, karena industri musik berhenti pada kurang dari 60,000 judul lagu. Ketidakmampuan Wal-Mart karena keterbatasan daya muat rak toko dan besarnya biaya inventory yang dikeluarkan untuk menambah item. Namun bagi penjual online seperti Rhapsody pasar seperti tak berujung. tidak hanya lagu dari 60.000 teratas yang diputar setidaknya sekali sebulan, tapi juga lagu-lagu di 600.000 teratas, 900.000 teratas, dan bahkan lebih dari itu. Begitu Rhapsody menambahkan lagu-lagu baru dalam daftarnya, lagu-lagu itu akan menemukan pendengarnya, walaupun hanya segelintir orang setiap bulannya, disuatu tempat entah dimana.
Selain itu, pada contoh Wal-Mart jika ada judul lagu yang dead stock maka ia akan melakukan diskon, sementara Rhapsody tidak perlu melakukan itu. Judul lagu yang kurang laku di Rhapsody akan duduk manis dalam server, terabaikan oleh pasar yang mengevalusi lagu-lagu berdasarkan mutu mereka. Dan ketika penjual produk ceruk yang katalognya begitu besar itu digabungkan, sesungguhnya sedang membangun sebuah pasar yang akan menyaingi pendapatan produk hits atau minimal menggerogoti market share produk hits. Penasaran kan.

Wal-Mart menjual 60.000
judul lagu hits kita ambil saja dalam satu tahun setiap judul lagu
terjual 1.000 keping harga satu lagu 5.000, maka pendapatannya 60.000 x
1.000 x 5.000 = 300.000.000.000. untuk Rhapsody punya katalog sebanyak
5.000.000 judul lagu, ambil saja masing-masing lagu terjual 10 buah
dengan harga satu lagu 2.000, maka pendapatan Rhapsody adalah 5.000.000 x
10 x 2.000 = 100.000.000.000

Anderson meyakini tiga pemicu ekonomi menghasilkan fenomena berikut dalam industry media: 1. Demokratisasi peralatan produksi, semakin murahnya biaya teknologi menyebabkan semua individu dapat mengakses beberapa peralatan yang beberapa tahun sebelumnya sangat mahal; 2. Demokratisasi distribusi, internet telah membuat distribusi konten digital menjadi komoditi, dan secara dramatis menurunkan biaya inventori, komunikasi, dan transaksi yang membuka pasar baru bari produk-produk ceruk; 3. Semakin rendahnya biaya pencarian untuk menghubungkan permintaan dan penawaran. Model bisnis long tail memerlukan biaya inventori rendah dan platform yang kuat untuk membuat konten ceruk selalu tersedia bagi pembeli yang tertarik.
Platform LeutikaPrio.com yang memungkinkan siapapun untuk menerbitkan buku dengan teknologi print on Demand
Contoh model bisnis long tail: Netflix, eBay, Youtube, lulu.com Contoh Indonesia: nulisbuku.com
Categories: Kewirausahaan

3 Comments

Unknown · 5 June 2018 at 2:27 pm

Terimakasih.. tulisannya sangat bermanfaat..
My blog
My Campus

Konsep Business Model Canvas dari buku Business Model Generation - ahmadyunussukardi.my.id · 15 January 2024 at 6:52 am

[…] Aplikasi Pembuat Business Model Canvas di HP Android […]

Business Model Generation: Pola Model Bisnis Platform bersisi banyak, Free, dan Model Bisnis Terbuka - ahmadyunussukardi.my.id · 15 January 2024 at 7:13 am

[…] ini merupakan lanjutan dari tulisan pola model bisnis sebelumnya yang membahas unbundling dan long tail. Juga tulisan ke tiga dari bahasan business model generation. Pada tulisan kali ini yang akan […]

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *